Berangkat dai informasi ayat-ayat al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta yang dipaparkan sebelumnya, maka berikut ini penulis akan mencoba menjelaskan proses penciptaan alam semesta menurut al-Qur’an. Untuk mencapai maksud terebut, memang dirasakan ada kesulitan tersendiri, karena selain al-Qur’an bersifat universal dan informasinya mengandung prinsip-prinsip dasarnya saja, dan juga yang dibicarakannya menyangkut alam fasis. Setidaknya dalam hal ini Achmad Baiquni ada benarnya, ketika ia mengatakan kalau ayat-ayat al-Qur’an yang menyangkut alam fasis yang diinderakan, maka penasirannya harus dicari dengan ayat-ayat Allah dalam al-kawn dengan menggunakan sains dan teknologi, yang didasrkan pada obsevasi dan penalaran.[1] Walaupun demikian, maka maksud penulis disini ingin memaparkan rangkaian proses penciptaan alam semesta dalam al-Qur’an, baru kemudian dilihan dengan hasil observasi sains kealaman, apakah informasi al-Qur’an yang bersifat garis-garis besar tersebut sesuai atau bertentangan dengan hasil penemuan sains kealaman?
Dari informasi pertama tentang proses penciptaan alam semesta yang terdiridari tiga bentuk kata yang erat kaitannya dengan hal ini, yaitu khalq, bad’ dan fathr, tidak ditemukan redaksinya tentang penjelasan yang tegas, apakah alam semesta diciptakan dari materi yang sudah ada atau dari ketiadaan? Jadi ketiga bentuk kata tersebut hanya menjelaskan bahwa Allah Pencipta alam semesta tanpa menyebutkan dari ada dan tiadanya.
Proses berikutnya, seperti yang dideskripsikan dalam surat al-Ambiya’ ayat 30, ruang alam (al-sama’) dan materi (ar-radh) sebelum dipisahkan Allah adalah sesuatu yang padu. Jadi alam semesta ketika itu merupakan satu kumpulan. Kata kunci yang membawa penulis berkesimpulan demikian, ialah ratq dan fatq. Kata ratq menunjukan alam semesta pada awal penciptaannya. Sedangkan kata fatq menunjukkan pula tentang proses penciptaannya lebih lanjut. Akan tetapi yang perlu dipertanyakan, bagaimana bentuk kesatuan sesuatu yang padu (ratq) itu?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, memang dirasakan amat sulit, karena al-Qur’an tidak membeikan petunjuk-petunjuk ke arah itu. Informasi yang diperoleh dari al-Mu’jam al-Mufahras li Alfatzh al-Qur’an al-Karim,[2] kata ratq dalam al-Qur’an sau-satunya terdepat dalam surat al-Anbiya’ ayat 30 tersebut. Seridaknya untuk menghakimi masalah ini, karena ini adalah masalah fasis, perlu disimak dari hasil observasi sains. Jadi kesimpulan sementara hanya dapat dikatakan bahwa sebelum tyerjadi ruang alam (al-sama’) dan materi (ar-radh) seprti sekarang, alam semesta merupakan setu kesatuan bersifat padu.
Rangkaian proses berikutnya, setelah terjadi pemisahan oleh Allah, alam semesta mengalami proses transisi fase membentuk dukhan. Hal ini ditangkap dari surat Fushshilat ayat 41, yang berbunyi: (artinya) Kemudian Allah menuju penciptaan ruang alam (al-sama’), yang ketika itu penuh “embun-embun”.
Dalam al-Qur’an kata dukhan hanya ditemukan dua kali. Yang pertama dimuatnya dalam surat Fushshilat ayat 41 dan yang kedua dalam surat al-Dukhan ayat 10.[3] akan tetapi kat dukhan yang terdapat dalam surat yang kedua tidak berbicara tentang proses penciptaan alam semesta seperti dalam ayat pertama yang disebut diatas.
Sehubungan dengan tidak adanya al-Qur’an yang menjelaskan apa yang sesungguhnya yang dimaksud dengan kata dukhan, karena itu beberapa referensi berusaha menafsirkan kata ini sedemikian rupa. Bucaille memahai kata ini sebagai asap yang terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian yang kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dalam suhurendah atau tinggi.[4] Ibn Kasir menafsirkan dengan sejenis air.[5] Al-Raghib melukiskan kehalusan dan keringanan sifat dukhan.[6] Menurut Hanafy ahmad karena sifat demikian ia dapat mengalir dan berterbangan di udara seprti mengalir dan berterbangan al-sahab.
[1]. Achmad Baiquni, Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dalam Hubungannya Dengan pembaharuan Dalam Islam, Makalah Saarasehan Dies Natalis IAIN “Syarif Hidayatullah” ke-26, 2-3 Agustus 1983 Jakarta, hlm. 14.
[2]. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqiy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfatzh al-Qur’an al-Karim, Dar al-Fikr, Beirut, 1987, hlm. 300.
[3]. Ibid., hlm. 255.
[4]. Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sain Modern, Terj. H.M. Rasyidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm. 156.
[5]. Imam al-Jalil al-Hafizh ‘Imad al-Din Abu al-Fida Isma’il Ibn Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Juz IV, ‘Isa al-Bubiy al-Halabiy wa Syurahan, Bierut, 1969, hlm. 93.
[6]. Al-Raghib al-Asfahaniy, al-Mufrodat fi Gharib al-Qur’an, Teknik Muhammad Sayyid Kilaniy
Posting Komentar